Sabtu, 04 April 2009

KELAINAN JARINGAN PENYANGGA GIGI

By: Risya Cilmiaty, AR

PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh masyarakat. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda. Pada kondisi normal, dari gigi dan mulut yang sehat tidak tercium bau tidak sedap. Kondisi ini hanya dapat dicapai dengan perawatan yang tepat. Keadaan oral hygine yang buruk seperti adanya kalkulus dan stain, banyak karies gigi, keadaan tidak bergigi atau ompong dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan terjadinya mineralisasi bagian anorganik dan demineralisasi substansi organic. Karies dapat terjadi pada setiap gigi yang erupsi, pada tiap orang tanpa memandang umur, jenis kelamin, bangsa, maupun status ekonomi. Periodontium adalah jaringan penyangga gigi yang terdiri dari jaringan gusi, tulang alveolar, ligamentum periodontal dan cementum yang melekat pada akar gigi. Menurut Marshall-Day pada umumnya keradangan gingival pada usia muda rata-rata mencapai 75% atau lebih dan akan meningkat mendekati 100% .


 

Struktur Jaringan Penyangga Gigi:

        Periodontium merupakan suatu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi, secara anatomi struktur periodontal digambarkan sebagai berikut:

  1. Gingiva
  2. Ligamen periodontal
  3. Tulang alveolar
  4. Sementum

Pengetahuan tentang anatomi dan struktur dari jaringan periodontal adalah sangat penting untuk dapat memahami suatu penyakit periodontal dan bagaimana penatalaksanaannya.

  1. Gingiva

Gingiva adalah suatu jaringan lunak yang terdapat pada rongga mulut, gingiva dapat dibedakan dalam 3 tipe sebagai berikut:

  • Marginal gingiva / Gingiva tepi / Gingiva bebas: terletak pada daerah koronal dari bagian gingiva yang lain, tidak melekat pada gigi dam dapat membentuk sulkus gingiva (yaitu ruang dangkal antara tepi gingiva dan gigi). Pada keadaan normal, gingiva tepi mempunyai kontur seperti mata pisau, dengan konsistensi kenyal, dan berwarna merah muda / pink.
  • Gingiva cekat / Attached gingiva: terletak pada daerah apikal dari gingiva tepi dan cekungan gingiva bebas. Gingiva cekat berwarna merah muda dan mempunyai gambaran stipling (seperti kulit jeruk).
  • Gingiva interdental: yang berlokasi diantara gigi pada daerah mesio-distal dari gigi-gigi.
  1. Ligamen periodontal

Merupakan suatu jaringan yang mengelilingi akar gigi dan melekat erat pada gigi dan tulang alveolar. Ligamen periodontal ini terutama terdiri atas serabut kolagen yang tersusun secara teratur yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Serat-serat kolagen yang terutama adalah: (1) serat krestal alveolar; (2) serat horisontal; (3) serat oblique; (4) serat apikal. Pada ligamen periodontal dapat ditemukan jga sel-sel yaitu sel mesenkhimal, fibroblas, osteoblas, osteoklas, sementoblas dan epitel malasez.


 

  1. Tulang alveolar

Merupakan bagian yang memegang gigi. Jenis tulang dikomposisikan sebagai tulang kanselus atau spongius yang ditutupi dengan penutup tulang yang keras, yaitu tulang kortikal.


 

  1. Sementum

Sementum adalah jaringan terkalsifikasi yang menutupi akar gigi dan melekat pada serat-serat ligamen periodontal gigi. Sementum dibentuk secara berkesinambungan pada permukaan akar gigi yang berkontak dengan ligamen periodontal atau serat gingiva.


 

Klasifikasi Penyakit Periodontal

Dibagi dalam dua kategori besar, yaitu:

  1. Kondisi yang hanya melibatkan gingiva:
    1. Gingivitis
      akut
    2. Gingivitis kronis
    3. Abses gingiva
    4. Gingivitis alergika
    5. Gingivitis erupsi
    6. Perikoronitis
    7. Gingivostomatitis herpetika primer akut
    8. Gingivitis yang berhubungan dengan kehamilan
    9. Gingivitis yang berhubungan dengan pubertas
    10. Gingivitis karena defisiensi vitamin C
    11. Gingivitis yang berhubungan dengan penyakit leukemia
    12. Gingivitis deskuamasi
    13. Pembesaran gingiva (enlargement gingiva): inflamasi, perubahan hormonal, dikrasia darah, obat-obatan, karateristik keturunan, nafas lewat mulut dan neoplasma.
  2. Kondisi yang melibatkan ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar (pada kondisi dimana gingiva terlibat atau terjadi secara sendiri) :
    1. Periodontitis
      1. Prepubertal periodontitis
      2. Juvenile periodontitis
      3. Rapidly progressive periodontitis
      4. Adult periodontitis
      5. Periodontitis yang berhubungan dengan AIDS
    1. Trauma oklusal
    2. Resesi Periodontal
    3. Atropi Periodontal


       

Klasifikasi Penyakit Periodontal (Ranney, 1993)

A. Gingivitis

1. Gingivitis, plaque bacterial

Non-aggravated

Systemically aggravated

Related to sex hormones

Related to drugs

Relatedtosystemicdisease


 

2. Necrotizing ulcerative gingivitis

Systemic determinants unknown

RelatedtoHIV


 

3. Gingivitis, non-plaque

Associated with skin disease

Allergic

Infectious


 

B. Periodontitis

1. Adult periodontitis

Non-aggravated

Systemically aggravated

Neutropenias

Leukemias

Lazy leukocyte syndrome

AIDS

Diabetes mellitus

Crohn's disease

Addison's disease


 

2. Early-onset periodontitis

Localized early-onset periodontitis

Neutrophil abnormality

Generalized early-onset periodontitis

Neutrophil abnormality

Immunodeficient

Early-onset periodontitis related to systemic disease

Leukocyte adhesion deficiency

Hypophosphatasia

Papillon-Lefevre syndrome

Neutropenias

Leukemias

Chediak-Higashi syndrome

AIDS

Diabetes mellitus type I Trisomy 21

HistiocytosisX

Ehlers-Danlossyndrome(TypeVIII)

Early-onset periodontitis, systemic determinants unknown


 

3. Necrotizing ulcerative periodontitis

Systemic determinants unkown

RelatedtoHIV

Related to nutrition

4. Periodontal abscess


 

Indikasi penyakit periodontal ditentukan oleh tipe dan keparahan penyakit periodontal tersebut. Klasifikasi tipe dan keparahan penyakit periodontal oleh ADA adalah sebagai berikut:

Tipe I        : Gingivitis dengan poket dangkal, tidak ada kehilangan tulang

Tipe II        : Periodontitis ringan, poket sedang, kehilangan tulang sebagian, secara

topografi (radiografis) tulang terlihat normal.

Tipe III    : Periodontitis sedang, poket sedang sampai dalam, kehilangan tulang

sedang sampai lanjut, secara topografi terlihat kerusakan/ kelainan

tulang.

Tipe IV    : Periodontitis lanjut sampai diikuti dengan kehilangan gigi.


 


 

ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL

Inflamasi merupakan respons yang normal dari jaringan yang terkena luka / trauma dan merupakan respons yang utama dari jaringan periodontal yang terkena iritasi. Pada umumnya penyakit periodontal selalu di awali oleh suatu proses inflamasi. Proses inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap injuri atau luka. Pada penyakit periodontal yang disebabkan oleh invasi bakteri dan mikroorganisme, maka bagian yang terkena pertama kali adalah jaringan gingiva, kemudian tubuh mengadakan perlawanan dengan cara menetralisir atau merusak mikroorganisme tersebut, sehingga jaringan dapat diperbaiki (sembuh).

Mekanisme imunologi biasanya dihubungkan dengan adanya respons pertahanan tubuh terhadap invasi dari substansi asing seperti bakteri atau virus. Reaksi imun tersebut dapat juga berakibat terjadinya perusakan jaringan karena reaksi imun itu sendiri atau disebut juga reaksi hipersensitivitas. Perubahan imunopatologis atau rusaknya jaringan dapat terjadi pada penderita yang sensitif yang terekspos oleh substansi asing (sensitizing antigen).


 


 

HISTOPATOLOGI DAN PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL

Pada keadaan yang sehat, gingiva biasanya berwarna merah muda, tepinya setajam pisau serta berbentuk scallop; papilanya ramping sering mempunyai groove karena adanya sluice-way dan perlekatan gingivanya berstipling serta tidak berdarah pada saat penyondean. Daerah leher gingiva biasanya dangkal dan epitel jungtion melekat erat pada enamel. Sistem serabut gingiva tersusun secara teratur. Beberapa PMN terlihat pada epitelium jungtion ketika PMN ini berjalan melintas dari pembuluh darah gingiva menuju ke leher gingiva dan terus menuju ke rongga mulut. Pada jaringan ikat didekatnya dapat diisolasi sel-sel inflamasi, terutama limfosit dan kadang-kadang sel plasma serta makrofag. Gambaran ini mencerminkan keseimbangan yang stabil namun dinamis dari suatu jaringan yang sehat.

Secara Histopatologi terjadinya gingivitis sampai periodontitis sudah pernah dijabarkan oleh Page dan Schroeder (1976) dalam beberapa tahapan: lesi awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis tahap awal, dalam 2-3 minggu akan menjadi gingivitis yang cukup parah.

Patogenesis penyakit periodontal dibagi menjadi 4 tahap:

  1. Lesi Awal

    Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun pada tahap ini hanya menyerang jaringan dalam batas normal dan hanya berpenetrasi superfisial. Bakteri plak memproduksi beberapa faktor yang dapat meyerang jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merangsang reaksi imun dan inflamasi. Plak yang terakumulasi secara terus menerus khususnya diregio interdental yang terlindung mengakibat inflamasi yang cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan meneyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi.

    Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, disebelah apikal dari epitelium jungtion. Pembuluh ini mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit-terutama limfosit T-cairan jaringan dan protein serum. Disini terlihat peningkatan migrasi leukosit melalui epitelium fungsional dan eksudat dari cairan jaringan leher gingiva. Selain meningkatnya aliran eksudat cairan dan PMN, tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap penyakit ini.

  • Gingivitis Dini

    Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi baik pada epithekium jungtion maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proleferasi dari sel basal. Fibroblas mulai berdegenerasi dan bundel kolagen dari kelompok serabut dentogingiva pecah sehingga seal dari cuff marginal gingiva menjadi lemah. Pada keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel inflmasi, 75 % diantaranya terdiri dari limfosit. Juga terlihat beberapa sel plasa dan magrofag. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bangkak serta mudah berdarah pada saat penyondean.

  • Gingivitis tahap lanjut

    Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa terlighat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan. Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. Dengan bertambah parahnya kerusakan kolagen dan pembengkakan inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari permukaan gigi, memperbesar kemungkinan ternetuknya poket gingiva atau poket Palsu ('false pocket'). Bila oedem inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium jungtion dan beberapa berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya, namun pada tahapan ini belum terlihat adanya mugrasi sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke permukaan akar.

    Bila inflamasi sudah menyebar disepanjang serabut transeptal, maka akan terlihat adanya resorbsi puncak tulang alveolar. Resorbsi ini bersifat reversibel terutama dalam hubungannya dengan pemulihan inflamasi. Salah satu tanda penting dri penyakit ini adalah tidak ditemukannya bakteri pada epithelium maupun pada jaringan ikat. Karena jaringan fibrosa rusak pada adrah inflamsi aktif, pada beberapa daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa dan pembentukan pembuluih darah baru. Aktivitas pemulihan yang produktif ibni merupakan karekteristrik yang sangat penting dari lesi kronis dan pada keadaan iritasi serta inflamasi jangka panjang, elemen jaringan fibrosa akan menjadi komponen utama dari perubahan jaringan. Jadi, kerusakan dan perbaikan berlangsung bergantian dan proporsi dari tiap-tiap proses ini akan mempengaruhi warna dan bentuk gingiva. Bila inflamsi dominan, jaringan akan berwarna merah, lunak dan mudah berdarah;bila produksi jaringan fibrosa yang dominan, gingiva akan menjadi keras dan berwarna merah muda walaupun bengkak perdarahan kurng , bahkan tidak ada.

  • Periodontitis:

    Bila iritasi plak dan inflamsi terus berlanjut, integritas dari epithelium jungtion akan semakin rusak. Sel-sel epithelial akan berdegenarasi dan terpisah, perlekatannya pada permukaan gigi akan terlepas sama sekali. Pada saat bersamaan, epithelium jungtion akan berproliferasi ke jaringan ikat dan ke bawah pada permukaan akar bila serabut dentogingiva dan serabut puncak tulang alveolar rusak. Migrasi ke apikal dari epithelium jungtion akan terus berlangsung dan epithelium ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket periodontal atau poket asli. Keadaan ini tampaknya merupakan perubahan Irreversibel. Bila poket periodontal sudah terbentuk plak berkontak dengan sementum. Jaringan ikat akan menjadi oedem; pembuluh darah terdilatasi dan trombosis dinding pembuluh pecah disertai dengan timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Disini terlihat infiltrat inflamasi yang besar dari sel-sel plasam, limfosit dan magrofag. IgG merupakan imunoglobulin yang dominan tetapi beberapa IgM dan IgA juga dapat di temukan disini. Epitelium dinding poket mungkin tetap utuh atau terulserasi. Disini tidak terlihat adanya perbedaan karena produk-produk plak berdifusi melalui epitelium. Aliran cairan jaringan dan imigrasi dari PMN akan berlanjut dan agaknya aliran cairan jaringan ini ikut membantu meningkatkan deposisi kalkulus subgingiva. Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar. Ditandai dengan adanya infiltrasi sel-sel ke ruang-ruang trabekula, daerah-daerah resorbsi tulang dan bertambah besarnya ruang trabekula. Ada kecenderungan resorbsi tulang di imbangi oleh deposisi yang semakin menjauhi daerah inflamasi. Sehingga tulang akan diremodelling, namun tetap mengalami kerusakan. Resorbsi tulang dimulai dari daerah interproksimal menjadi lebar misalnya atara gigi-gigi molar, suatu krater interdental akan terbentuk dan kemudian bila proses resorbsi makin berlanjut, resorbsi akan meluas ke lateral, sehingga semua daerah puncak tulang alveolar akan teresorbsi.

Kesimpulannya:

Perbedaan secara histologis yang paling penting antara gingivitis dan periodontitis adalah adanya resorbsi tulang alveolar, proliferasi epitel kearah apikal dan ulserasi junctional epithelium serta bertambahnya kehilangan perlekatan jaringan ikat. Pada fase akut kemungkinan adanya invasi bakteri kedalam jaringan yang menyebabkan terbentuknya abses. Pada periodontitis ringan kehilangan perlekatan sudah terjadi pada t sampai dengan sepertiga panjang akar. Untuk mengetahui lesi periodontitis secara klinis diperlukan pemeriksaan tingkat kehilangan perlekatan.


 

IMUNOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL

Antibodi merupakan suatu komponen yang penting pada reaksi imunologi. Selain itu antibodi merupakan protein serum yang diklasifikasikan sebagai imunoglobulin, imunoglobulin ini menghasilkan sel plasma berisi limfosit yang bertranformasi sebagai hasil dari perlawanan tubuh terhadap antigen.

    Ada empat tipe reaksi hipersensitivitas yang penting pada penyakit periodontal,yaitu: reaksi anafilaktif, sitotoksis, kompleks imun dan reaksi hipersensitivitas yang lambat (delayed or cell-mediated hipersensivity reactions)

Tipe I    : Anafilaktif, sebagai suatu reaksi antigen dengan antibodi pada sel mast. Hasil

reaksi tersebut melepaskan substansi dari sel mast yang mempunyai kemampuan

merusak jaringan periodontal.

Tipe II    : Sitotoksik, termasuk reaksi antibodi dan antigen yang secara langsung berikatan

pada sel. Perusakan sel (cell lysis) dan peningkatan sintesis dari enzim lisosom

dengan suatu leukosit PMN merupakan dua contoh dari reaksi hipersensitivitas

ini. Enzim lisosom menyebabkan rusaknya jaringan.

Tipe III    : Kompleks Imun, merupakan reaksi hipersensitivitas yang terjadi ketika level

tinggi dari antigen dan komplek antigen antibodi mengelilingi pembuluh darah

kecil, yang menyebabkan terjadinya isolasi pada daerah dari jaringan yang rusak.

Perubahan jaringan ini dapat menyebabkan inflamasi, perdararahan dan nekrosis

jaringan.

Tipe IV    : delayed or cell-mediated hipersensitivity reactions, didasarkan pada interaksi dari

antigen dengan limfosit.Sensitivitas limfosit dengan antigen plak gigi dapat

menghasilkan suatu akumulasi kronis dari limfosit dan makrofag yang dikenal

sebagai lymphokines.
Lymphokines ini dapat berpengaruh pada aktivitas

makrofag, fibroblast dan osteoklas yang merupakan suatu patogenesis dari

penyakit periodontal.

.


 

GINGIVITIS

Gingivitis
merupakan penyakit keradangan gusi
dikarenakan iritasi dari karang gigi, penyakit periodontal ini ringan, biasanya gigi bewarna merah dan mudah berdarah. Gejala yang timbul biasanya terjadi perdarahan saat sikat gigi, gusi mudah berdarah bila tersentuh sikat gigi, atau tusuk gigi bahkan dengan kumur-kumur air saja kadang berdarah, kadang menimbulkan bau mulut. Hal ini perlu diperhatikan, sehingga perlunya pemeliharaan gigi secara baik dan benar salah satunya yaitu dengan menggosok gigi sehari 3 kali, minimal 2 kali sehari, setelah makan pagi dan sebelum tidur malam. Dianjurkan tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan manis/lengket. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi kerusakan tulang pendukung gigi dan juga abses periodontal.


 

Gambar 1: gingivitis

Bentuk anatomis gigi permukaannya tidak rata / berbonjol-bonjol, sehingga memudahkan berbagai jenis makanan menempel atau melekat erat pada permukaannya yang lambat laun akan menjadi plak yang lama kelamaan akan mengeras sehingga timbul pula yang dinamakan karang gigi. Plak ini akan mengiritasi gusi sehingga timbulah apa yang disebut gingivitis.

Gingivitas merupakan suatu kondisi inflamasi yang melibatkan gingiva. Adapun karateristik klinis dari gingivitis dapat dilihat dari :

  1. Warna gingiva, terjadi perubahan dari warna pink (merah muda) ke warna merah, merah tua, merah kebiruan pada gingval tepit an meluas sampai gingival cekat.
  2. Kontur gingiva, terjadi perubahan bentuk gingiva dari bentuk normal seperti kerah baju (lancip) menjadi membulat dan datar.
  3. Tekstur gingiva, terjadi pengurangan stippling (gambaran seperti kulit jeruk).
  4. Konsistensi, terjadi perubahan kekenyalan gingiva dari kenyal, lunak (odematus) menjadi fibrotik.
  5. Ukuran
    gingiva, dari yang normal sampai membesar dan menyebabkan terjadinya proliferasi jaringan (didukung dengan hasil radiograf).
  6. Tendensi perdarahan, dapat diliat pada saat gigi, bila berdarah maka terdapat proses inflamasi.
  7. Rasa sakit, terjadi bila ada pembengkakan.


 

Etiologi :

  1. Penyebab lokal :
  • maloral hygiene / kesehatan mulut yang jelek (banyak calculus, gangren pulpa / radix, causa dentis)
  • kebiasaan makan sebelah, sebab adanya gigi yang caries sehingga gigi yang tidak untuk makan menjadi kotor
    • adanya caries yang besar dengan tepi yang tajam
    • calculus
    • adanya tambalan , jacket crown maupun prothesa yang kurang sempurna
  • tidur dengan mulut terbuka maupun bernafas dengan mulut
    • kebiasaan menusuk gigi
  1. Penyebab umum:
  • gangguan kelenjar endokrin (waktu hamil, menopause)
  • avitaminosis vitamin C
  • defisiensi vitamin A, B, C
  • penyakit sifilis
  • rheumatik
  • nefritis
  • anemia
    • diabetes mellitus
    • alkoholisme
    • acut fever yang tinggi
  • obat-obatan yang mengandung Hg, J, Bi, dosis terlalu tinggi akan menyebabkan ekskresi dari darah
    • beladona dosis tinggi, saliva kurang, self cleaning tidak ada


     

Klasifikasi Gingivitis

  1. Gingivitis berdasarkan waktu
  • gingivitis akut
  • gingivitis sub akut
  • gingivitis kronis
  1. Gingivitis berdasarkan tipenya
  • gingivitis hipertrofikans
  • gingivitis nekrotikan (vincent's infection)
  • gingivitis karena gangguan diet
  • gingivitis indolent
  • gingivitis karena gangguan endokrin
  • gingivitis alergi obat-obatan
  • gingivitis penyakit darah


 

Gejala Klinik

  • Tepi gingiva merah lembek dan bengkak, peka terhadap palpasi atau rabaan, mudah berdarah
    • Gingiva terlepas dari attachment (pocket dalam)
    • Halitosis (bau mulut tak sedap)
    • Calculus (calculus serumal)
    • Kadang-kadang ada pus keluar dari tepi gingiva
    • Kelenjar submandibular membesar


 

Terapi

  • Menghilangkan semua penyebab (causatiknya)
  • Obat kumur : peroxyd 3 % (H2O2 3 %), Air garam hangat
  • Asiringentia (obat pengisut gingiva) : air daun sirih yang dimasak tertutup
  • Massage gingiva
  • Gingivectomi / gingivoplasti
  • Konsul ke internis


 

PERIODONTITIS

Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi.

Merokok serta penyakit sistemik seperti diabetes mellitus meningkatkan keparahan penyakit periodontal. Menyikat gigi saja seringkali tidak cukup untuk membersihkan kumpulan plak yang terakumulasi di leher gigi dan di bawah gusi yang melekat pada leher gigi.

    Gejala penyakit ini biasanya tidak dirasakan sampai penyakit sudah lanjut, gejala tersebut berupa bau mulut yang tidak hilang, gusi merah dan membengkak, gusi yang sakit dan berdarah, rasa sakit pada saat mengunyah, gigi goyang dan gigi sensitif. Bila kita tidak memperhatikan kebersihan atau kesehatan gigi dan mulut, keadaan-keadaan tidak bersahabat akan muncul kemudian, seperti :

(1) Dengan banyaknya karang gigi, napas menjadi tidak segar atau bau mulut atau halitosis. Gusi mudah berdarah dan tidak percaya diri.

(2) Bila karang gigi dibiarkan terlalu lama akan mengakibatkan jaringan pengikat gigi atau membran periodontal hancur sehingga gigi menjadi goyang kadang timbul suatu pembengkakan (periodontal abses) sampai terlepasnya gigi dari tempatnya (vulsi). Kondisi ini dapat diperparah penyakit lain seperti diabetes melitus.

(3) Muncul pula karies gigi atau lubang gigi. Sebesar apa pun lubang gigi harus segera ditambal. Jangan sekali-kali membiarkan lubang gigi terlalu lama karena sisa makanan akan menumpuk apalagi sampai berdenyut atau bengkak karena akan menyebabkan lamanya waktu kunjungan dan mahalnya biaya perawatan. Karena ketidaktahuan atau rasa takut sang pemilik gigi, lama-kelamaan mahkota gigi akan hancur dan tertinggallah sisa akar gigi yang harus dicabut pula.    


 

                Gambar 2: periodontitis


 

Definisi :

    Periodontitis adalah penyakit atau peradangan pada periodontium (jaringan penyangga gigi / periodontal), merupakan keradangan berlanjut akibat gingivitis yang tidak dirawat.


 

Karekteristik klinis periodontitis

Gingiva biasanya mengalami inflamasi kronis. Penampakan luar sangat bervariasi tergantung dari lamanya waktu terjadinya penyakit dan respons dari jaringan itu sendiri. Warna gingiva bervariasi dari merah sampai merah kebiruan. Konsistensinya dari odem sampai fibrotik. Teksturnya tidak stippling, konturnya pada gingiva tepi membulat dan pada interdental gingiva mendatar. Ukurannya rata-rata membesar, junctional epithelium berjarak 3-4 mm kearah apikal dari CEJ. Tendensi perdarahan banyak, pada permukaan gigi biasanya terdapat kalkulus diikuti dengan adanya eksudat purulen dan terdapat poket periodontal yang lebih dari 2mm, terjadi mobilitas gigi.


 

Tipe poket periodontal

    Poket periodontal merupakan suatu pendalaman sulkus gingiva dengan migrasi apikal dari apitelium junction dan rusaknya ligamen periodontal serta tulang alveolar.

Ada dua tipe poket periodontal yang didasarkan pada hubungan antara epitelium junction dengan tulang alveolar.

  1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal dari puncak tulang alveolar.
  1. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari puncak tulang alveolar.


     

Mekanisme Kerusakan Jaringan Periodontal

Osteoklas dan fagositosis mononukklear merupakan suatu peningkatan produk pada jaringan periodontal selama terjadinya inflamasi periodontal. Keduanya dapat mengakibatkan resopsi tulang dengan cara menghilangkan meneral dan kemudian memaparkan kolagen. Berikut ini adalah faktor-faktor yang menunjukan stimulasi pada peningkatan osteoklas

  1. Produksi osteoklas- faktor aktivasi dari leukosit distimulasi oleh antigen dari plak gigi
  2. Peningkatan vaskularitas dihubungkan dengan inflamasi.
  3. Endotoksin dari mikroorganisme bacteriodes melaninogeniccus.

Faktor lain yang dihubungkan dengan resorpsi tulang adalah ekstrak glandula paratiroid, fragmen tumor, heparin, prostaglandin, kolagenase, hyaluronidase dan tekanan yang berlebihan pada bagian oklusal. Resorpsi tulang pada penyakit periodontal bukan merupakan proses nekrosis, tetapi merupakan suatu proses yang dapat merusak sel-sel tulang.


 

Etiologi Periodontitis Secara Umum

Terutama disebabkan oleh mikroorganisme dan produk-produknya yaitu: plak supra dan sub gingiva. Faktor predisposing atau faktor etiologi sekunder dari periodontitis dapat dihubungkan dengan adanya akumulasi, retensi dan maturasi dari plak, kalkulus yang terdapat pada gingiva tepi dan yang over kontur, impaksi makanan yang menyebabkan terjadinya kedalaman poket. Faktor sistemik juga dapat berpengaruh pada terjadinya periodontitis, meskipun tidak didahului oleh proses imflamasi. Tekanan oklusal yang berlebihan juga dapat memainkan peranan penting pada progresivitas penyakit periodontitis dan terjadinya kerusakan tulang (contohnya: pada pemakaian alat ortodonsi dengan tekanan yang berlebihan).


 

Perawatan Periodontitis

Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :

  1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
  2. Scaling dan root planing
  3. Perawatan karies dan lesi endodontik
  4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
  5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
  6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
  7. Perawatan ortodontik
  8. Analisis diet dan evaluasinya
  9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas


 

Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:

  1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
  2. Penyesuaian oklusi
  3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang


 

Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:

  1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
  2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi
  3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali
  4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
  5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies


 

Terapi Periodontitis:

Pencegahan penyakit periodontal antara lain dengan cara :

  1. Menyikat gigi setiap habis makan dengan pasta gigi yang mengandung fluoride
  2. Membersihkan sela-sela antara gigi dengan dental floss, dental floss ini gunanya untuk mengangkat sisa makanan yang terdapat di leher gigi dan di bawah gusi
  3. Saat ini sudah banyak di produksi "dental water jet" yang terbukti lebih efektif menghilangkan perdarahan gusi di bandingkan dental floss
  4. Makanan bergizi yang seimbang
  5. Mengunjungi dokter gigi secara teratur untuk dilakukan pemeriksaan rutin dan cleaning


     

Histopatologi dan Patogenesis


Periodontitis dimulai dengan gingivitis dan bila kemungkinan terjadi proses inflamasi, maka pada kebanyakan pasien tetapi tidak semua pasien inflamasi secara bertahap akan memasuki jaringan periodontal yang lebih dalam. Bersama dengan proses inflamasi akan timbul potensi untuk menstimulasi resorpsi jaringan periodontal dan pembentukan poket periodontal.


 

Pembentukan poket periodontal

Poket periodontal adalah sulkus gingiva yang mengalami pendalaman karena migrasi apikal junctional epithelium dan kerusakan ligamen periodontal serta tulang alveolar. Pembesaran gingiva juga berperan dalam meningkatkan kedalaman poket .

Sementara mekanisme yang pasti dari pembentukan poket belum diketahui secara lengkap. Page dan Schoeder, dua orang ahli patologis yang terkemuka, membuat klasifikasi tahap patogenesis sbb:

  1. Permulaan terjadinya lesi :

    Karekteristik dari permulaan lesi adalah vaskulitis pembuluh-pembuluh darah yang mengarah ke dalam junctional epithelium, meninkatnya aliran cairan gingiva, gerakan leukosit ke dalam junctional epithelium dan sulkus gingiva, protein serum ekstraseluler, perubahan aspek koronal dari junctional epithelium, dan hilangnya serabut-serabut kolagen disekitar pembuluh darah gingiva.

  2. Lesi tingkat awal :

    Lesi awal terlihat dimulai dengan karakteristik permulaan lesi dalam jumlah yang besar, munculnya sel-sel limfoit di bawah junctional epithelium dimana ada konsentrasi akut, perubahan fibroblas, serabut-serabut kolagen gingiva mengalami kerusakan yang lebih parah, dan proliferasi awal sel-sel basal pada junctional epithelium.

  3. Lesi yang telah terbentuk
    :

    Dengan adanya lesi yang telah terbentuk manifestasi inflamasi akut akan bertahan;didominasi oleh sel-sel plasma; akumulasi immunoglobulin di bagian ekstravaskular;kerusakan serabut-serabut kolagen terus berlanjut; proliferasi, migrasi apikal dan terlihat perluasan junctional epithelium ke lateral; dan ada kemungkinan pembentukan poket periodontal awal, tetapi tidak terjadi kerusakan tulang yang cukup besar.

  4. Lesi tingkat lanjut :

    Lesi tingkat lanjut adalah tipikal dari periodontitis dan mempunyai karakteristik sebagai kelanjutan dari gambaran lesi yang telah terbentuk, penyebaran lesi ke dalam tulang alveolar dan ligamen periodontal yang mengakibatkan kerusakan tulang, hilangnya serabut-serabut kolagen yang berdekatan dengan poket epithelium, fibrosis pada daerah yang lebih periferal, adanya sel-sel plasma yang telah berubah, pembentukan poket periodontal, periode eksaserbasi dan periode aktifitas patologis yang sangat kecil, perubahan sumsum tulang menjadi jaringan fibrous, dan secara umum terlihat adanya reaksi jaringan inflamasi dan immunopatologis.


 

Rangkuman:

  1. Gingivitis dimulai dengan infasi bakteri plak gigi dan produk-produknya melalui junctional dan sulcular epithelium.
  2. Stagnasi vaskular, tertahanya cairan jaringan, dan pada akhirnya fibrosis gingiva yang akan menyebabkan peningkatan kedalaman poket dari pembesaran gingiva. Bila hal ini terjadi pada keadaan tidak ada migrasi apikal junctional epithelium, keadaan ini disebut poket gingiva, tetapi bisa juga ikut menyebabkan kedalaman poket periodontal.
  3. Proses inflamasi pada gingiva juga menstimulasi proliferasi apikal sel-sel epitelial yang menyebabkan junctional epithelium dan sulcular epithelium.
  4. Selain itu proses inflamasi menyebabkan degenerasi serabut-serabut gingiva, sehingga memudahkan proliferasi epitelium untuk bergerak ke apikal sepanjang permukaan akar. Ketika epitelium migrasi ke apikal, bagian dari junctional epithelium yang posisinya lebih koronal terpisah dengan permukaan gigi, sehingga menciptakan sulkus gingiva yang dalam.
  5. Proses inflamasi juga menstimulasi resorpsi tulang alveolar dan serabut-serabut ligamen periodontal tepat di apikal serabut gingiva dan menghilangkan barrier lainya menghalangi migrasi apikal junctional epithelium dan pembentukan poket.
  6. Dengan terbentuknya poket, penyakit inflamasi periodontal menjadi dengan sendirinya mengekalkan faktor etiologi prinsipal, yaitu plak, yang pada saat ini terbentuk di dalam lingkungan poket yang lehih anaerob, yang mendorong pertumbuhan organisme patologis periodontal dan lebih sulit diakses untuk dibuang sendiri oleh pasien. Bila urutan kejadian ini bertahan dalam waktu yang lama, infeksi kronis bisa menyebabkan kerusakan periodontium yang parah dan hilangnya gigi-gigi. Penelitian terbaru menunjukan bahwa kemungkinan ada periode aktif resorpsi tulang dikuti dengan waktu tidak aktif dimana ada poket periodontal tetapi tidak menyebabkan attachment loss lebih lanjut. Jadi periodontitis saat ini dianggap sebagai penyakit yang mempunyai periode eksaserbasi (hilangnya attchment berlanjut) dan remisi (hilangnya attachment minimal atau tidak terjadi kehilangan attchment sama sekali) daripada berlangsung secara linear seperti yang diduga sebelumnya. Dasar pemikiran reduksi poket sebagai bagian terapi periodontal adalah untuk menciptakan lingkungan dentogingival yang kecil kemungkinanya untuk akumulasi plak subgingiva dan lebih konduktif untuk pembuangan plak efektif oleh pasien sendiri.


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Anonim, 2007. Bilateral submandibular gland infection presenting as Ludwig's angina: First report of a case. The Free Library.    http://www.aafg.org/afp/990700ap/109.html

Anonim, 2007. Ludwig's Angina. Wikipedia, The Free Encyclopedia. http://www.en.wikipedia.org/wiki/ludwigangina

Anonim. 2007. Periodontik.     http://www.dw8dentalcare.com/layanan/periodontik

Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K, Natsume N, Ariji E. 2002. Odontogenic Infection Pathway to The Submandibular Space: Imaging Assessment.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi

A. W. Green, E. A. Flower dan N. E. New.. 2001.
Mortality Associated with Odontogenic Infection!. British Dental Journal.     http://www.nature.com/bdj/journal/vigo/n10/full/48010244.html

Evy Indriani V., drg, Sp.BM. 2006. Mengenal Tanda-tanda Sepsis Akibat Infeksi Odontogenik. Bedah Mulut dan Maxillofacial (Informasi dan diskusi mengenai penyakit serta kelainan di dalam Mulut dan Rahang, perawatan serta rekonstruksinya)

Evy Indriani V., drg, Sp.BM. 2006. Penyakit Periodontal. Bedah Mulut dan Maxillofacial
(
Informasi dan diskusi mengenai penyakit serta kelainan di dalam Mulut dan Rahang, perawatan serta rekonstruksinya)

George K. B. Sandor, MD. 2006. Unilateral Facial Swelling caused by Ramsay Hunt Syndrome Resembles Odontogenic Infection. Clinical Practice. http://www.cda-adc.com/jcda

Haruo Sakamoto, Hiroyuki Naito, Takayuki Aoki, Kazunari Karakida and Kazuo Shiiki. 1996. Necrotizing fasciitis of the neck due to an odontogenic infection: A case report    
http://www.springerlink.com/content/6772n7=22kul8u17/

KC Toran, Nath S, Shrestha S, Rana BBS JB. 2004. Odontogenic Origin of Necrotizing Fasciitis of Head and Neck- a case report. Kathmandu University Medical Journal.     http://www.kumj.com.np/past/vol.2/isske4/361-363.pdf

Lynnus Peng, MD. 2006. Excerpt from Dental, Infections. E Medicine Word Medical Library.    

http://www.emedicine.com/emerg/byname/dentalinfections.htm

Maestre-Vera JR. 2004. Treatment options in odontogenic infection. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.

http://www.siumed.edu/surgery/otol/ppts/odontogenicinfections.ppt

Marvin Goldfogel, DDS. 2006. Gingivitis and Periodontits. Healthopedia. http://www.healthopedia.com/gingivitis&periodontitis

Michael T. Brennan, DDS, MHS, Michael S. Runyon, MD, Jayne J. Batts, MD, Philip C. Fox, DDS, M. Louise Kent, RN, Timothy L. Cox, DDS, H. James Norton, PhD and Peter B. Lockhart, DDS. 2006. JADA Continuing Education : Odontogenic Signs and Symptoms as Predictors of Odontogenic Infection. A clinical trial.
American Dental Association.

http://www.jada.ada.org/cgi/content/fulltext/137/1/62

Nino Zaya, MD. 2006. Diagnosis and Management of Odontogenic Infections.

Peter J. Aquilina, Anthony Lynham. 2003. Serious Sequele of Maxillofacial Infections. Royal Brisbane Hospital, Spring Hill. http://www.mja.com.au/public/issues/179-10-171103/aqu10203.fm.pdf


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Jumat, 03 April 2009

Gambar-gambar Infeksi Odontogen

Gambar 1: Jalur Infeksi Odontogen




Gambar 2: Cellulitis


Gambar 3: Ludwig Angina




Gambar 4: Abses Submandibula





Gambar 5: Abses Sublingual



Gambar 6 : Osteomyelitis





Gambar 7 : Penyakit Gingiva dan NUG




Gambar 8 : Periodontitis



Gambar 9 : Pericoronitis


INFEKSI ODONTOGEN

By: Risya Cilmiaty, AR


 

PENDAHULUAN

Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Oragisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.

Meskipun suatu pertahanan tubuh individual dapat berpengaruh terhadap kecepatan dan kekerasan suatu simtom, namun pada umumnya infeksi gigi dapat dirawat dengan pemberian antibiotik, anti jamur dan anti viral. Pengobatan sistemik dapat membunuh bakteri yang pathogen yang berlokasi pada tempat yang tidak dapat dicapai oleh instrumen gigi atau antiseptik yang diberikan secara topikal.

Keberhasilan klinis pada saat ini merupakan gambaran untuk mengetahui etiologi dari infeksi gigi (odontogen), seleksi yang tepat dari pemberian variasi antimikrobial dalam mencegah dan marawat infeksi gigi, dan pengaturan akibat yang terjadi ketika dihubungkan dengan prosedur pengobatan gigi. Rekomendasi didasarkan pada literatur yang mutakhir dan kerentanan mikroorganisme terhadap infeksi dalam rongga mulut.

Penting untuk mengetahui perbedaan kerentanan dari organisme yang musiman dan letak organism tersebut. Klinisi juga harus waspada terhadap antimicrobial yang akan diberikan pada daerah tersebut. Sumber klinis seperti petunjuk pada bungkus harus disesuaikan dengan dosis yang tertera, indikasi dan reaksi yang berlawanan untuk tiap pemberiannya.

Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada infeksi human. Keterangan ilmiah menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang parah dengan peningkatan kerentanan karena adnya penyakit sistemik seperti penyakit jantung, DM, kehamilan, dan infeksi paru-paru. Ini karena adanya bakteri gram negative yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang memicu produksi lipopolisakarida, heat – shock protein dan proinflammatory cytokines. Karena ada hubungan antra penyakit periodontal dan problem medis yang lain, maka penting untuk mencegah terjadinya infeksi gigi sedapat mungkin atau mengetahui sedini mungkin terjadinya infeksi gigi sehingga dapat dicegah atau diobati. Dokter gigi dan dokter umum harus waspada terhadap terjadinya implikasi klinis pada hubungan inter-relasi antara infeksi odontogenik dan kondisi medis lain yang dapat berpengaruh terhadap pasien yang membutuhkan perawatan.


 

DEFINISI

    Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal dari gigi.


 

ETIOLOGI INFEKSI GIGI

Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morfologi dan biochemical yang berada dalam rongga mulut dan gigi. Kekomplekan flora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x 1011 anaerobs/gram. Pada umumnya infeksi odontogen secara inisial dihasilkan dari pembentukan plak gigi. Sekali bakteri patologik ditentukan, mereka dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lokal dan menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis, infeksi ortopedik, infeksi pulmoner, infeksi sinus kavernosus, septicaemia, sinusitis, infeksi mediastinal dan abses otak.

    Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur.


 

KLASIFIKASI / TIPIKAL INFEKSI

    Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen bisa dibagi menjadi :

  1. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir, misalnya: Abses periodontal akut; peri implantitis.
  2. Infeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis, deep-space infection.
  3. Life-Threatening, misalnya: Facilitis dan Ludwig's angina.


     

            Jalur infeksi odontogen :


     


 

Gambar 1 : Jalur infeksi odontogen


 

Pada umumnya infeksi gigi termasuk karies gigi, infeksi dentoalveolar (infeksi pulpa dan abses periapikal), gingivitis (termasuk NUG), periodontitis (termasuk pericoronitis dan peri-implantitis), Deep Facial Space Infections dan osteomyelitis. Jika tidak dirawat, infeksi gigi dapat menyebar dan memperbesar infeksi polimikrobial pada tempat lain termasuk pada sinus, ruang sublingual, palatum, system saraf pusat, perikardium dan paru-paru.


 


 


Cellulitis

Ludwig'a Angina


 

PATOFISIOLOGI INFEKSI GIGI

Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.

Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut.

Gigi yang nekrosis juga merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis maxillaris, ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke persendian menjadi arthritis.


 

Gambar 2 : Abses submandibular Gambar 3 : Abses sublingual


 

Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau sekunder yang terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Tipikal infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi dan remineralisasi struktur gig terjadi pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi yang paling baik pada gigi terjadi pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi.

Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa. Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula. Infeksi tersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superficial dari rongga mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada daerah fasial.

Serotipe dari streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang progresif pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas produksi asam yang baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan infeksi odontogenik adalah:

  • Jenis dan virulensi kuman penyebab.
  • Daya tahan tubuh penderita.
  • Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
  • Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.
  • Adanya tissue space dan potential space.

GEJALA KLINIS

    Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ;

  1. Rubor    : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat kemerahan akibat

    vasodilatasi, efek dari inflamasi

  2. Tumor    : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan exudat
  3. Calor    : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke area

    infeksi

  4. Dolor    : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf sensorik oleh jaringan

    yang bengkak akibat edema atau infeksi

  5. Fungsiolaesa :

    terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus, disfagia, dan

    gangguan pernafasan.

        Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).

    Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries, kedalaman caries, vitalitas gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi. Dilihat juga adakah obstruksi ductus Wharton dan Stenson, serta menilai kualitas cairan duktus Wharton dan Stenson (pus atau saliva). Pemeriksaan oftalmologi dilakukan bila dicurigai mata terkena infeksi. Pemeriksaan mata meliputi : fungsi otot-otot ekstraokuler, adakah proptosis, adakah edema preseptal atau postseptal.

    Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kultur, foto rontgen dan CT scan (atas indikasi). Bila infeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan pemeriksaan CT scan, foto rontgen panoramik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. CT scan harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang fascia di daerah mata atau leher.


 

DIAGNOSIS

    Berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis infeksi odontogen apakah termasuk infeksi odontogen lokal / terlokalisir atau infeksi odontogen umum / menyebar.


 

TERAPI

    Tujuan manajemen infeksi odontogen adalah :

  • Menjaga saluran nafas tetap bebas
    • dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal nafas
    • mengetahui adanya gangguan pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang paling penting dalam manajemen infeksi odontogen
    • tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak dapat tidur dalam posisi terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur, disfonia, terdengar stridor
    • saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien infeksi odontogen
    • jalan nafas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi
    • dokter bedah harus memutuskan kebutuhan, waktu dan metode operasi untuk mempertahankan saluran nafas pada saat emergency (gawat darurat).
  • Operasi drainase
    • pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah penyakit abses
    • memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan menyebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit infeksi odontogen
    • penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan, ruang sekunder potensial terinfeksi juga
    • CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi
    • Foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat infeksi
    • Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral
    • Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa didrainase dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral
    • Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal disarankan diincisi ekstraoral dan didrainase.
  • Medikamentosa
    • rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat besar)
    • merawat pasien yang memiliki faktor predisposisi terkena infeksi (contohnya Diabetes Mellitus)
    • mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit
    • memberikan analgetika dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita trismus, pembengkakan atau rasa sakit di mulut.
  • Identifikasi bakteri penyebab
    • diharapkan penyebabnya adalah alpha-hemolytic Streptococcus dan bakteri anaerob lainnya
    • kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji sensitivitas dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan resisten terhadap antibiotika)
    • Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika incisi dan drainase terlambat dilakukan
  • Menyeleksi terapi antibotika yang tepat
    • penicillin parenteral
    • metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi yang berat
    • Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin
    • Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)
    • antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi odontogen yang signifikan
    • jika mediastinal dicurigai terkena infeksi harus dilakukan CT scan thorax segera dan konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskular
    • ekstraksi gigi penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen


 

Tabel 1. Dental Infections That Require Systemic Antimicrobial Therapy

  • Endodontic infections of pulpal origin
  • Streptococcal gingivitis
  • Periodontal disease
  • Periodontal abscess
  • Periodontitis
  • Pericoronitis
  • Peri-implant disease
  • Serious fascial and deep neck infections
  • Acute herpes simplex
  • Candida infection treatment


     

  1. OSTEMIELITIS

Osteomielitis rahang adalah suatu infeksi yang ekstensif pada tulang rahang, yang mengenai spongiosa, sumsum tulang, kortex, dan periosteum. Infeksi terjadi pada bagian tulang yang terkalsifikasi ketika cairan dalam rongga medullary atau dibawah periosteum mengganggu suplai darah. Tulang yang terinfeksi menjadi nekrosis ketika ischemia terbentuk. Perubahan pertahanan host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang mengalami ostemyelitis pada rahang. Kondisi-kondisi yang merubah persarafan tulang menjadikan pasien rentan terhadap onset ostemielitis, kondisi-kondisi ini antara lain radiasi, osteoporosis, osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan tumor ganas tulang.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomielitis, serupa dengan komplikasi yang disebabkan oleh infeksi odontogen, dapat merupakan komplikasi ringan sampai terjadinya kematian akibat septikemia, pneumonia, meningitis, dan trombosis pada sinus kavernosus. Diagnosis yang tepat amat penting untuk pemberian terapi yang efektif, sehingga dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

Osteomielitis pada maksilla jauh lebih jarang dibanding pada mandibula karena suplai darah ke maksilla jaruh lebih ekstensif. Gangguan suplai darah merupakan sebuah faktor penting dalam perkembangan ostemielitis. Mandibula menerima suplai darah utamanya dari arteri alveolar inferior. Sumber sekunder adalah suplai periosteal yang melepaskan pembuluh-pembuluh nutrien yang menembus tulang kortikal dan beranastomosis dengan cabang-cabang
arteri alveolar .


 

Definisi:

Osteomielitis dental atau yang disebut osteomielitis pada tulang rahang adalah keadaan infeksi akut atau kronik pada tulang rahang, biasanya disebabkan karena bakteri. Penyakit ini sulit untuk didiagnosis dan diterapi. Gejala-gejala fisik pada penderita yang tidak dapat didiagnosis sebagai penyakit khusus, seperti kelelahan, dan nyeri pada sendi atau edema pada jaringan di sekitar tulang rahang sering disebabkan karena adanya infeksi bakteri yang tersembunyi pada tulang rahang yang kumannya menyebarkan toksin ke jaringan sekitarnya.

Patogenesis, Tanda dan Gejala Klinik

Osteomielitis pada tulang rahang bermula dari infeksi dari tempat lain yang masuk ke dalam tulang dan membentuk inflamasi supuratif pada medulla tulang, karena tekanan nanah (pus) yang besar, infeksi kemudian meluas ke tulang spongiosa menuju ke daerah korteks tulang, dan akibatnya struktur tulang rahang yang harusnya kompak dan padat jadi rapuh dan lubang-lubang seperti sarang lebah dan mengeluarkan pus yang bermuara di kulit seperti fistel (terlihat seperti bisul) , kalau dibiarkan akibatnya bisa fatal, pada rahang yg rapuh ini bisa terjadi fraktur patologis.

Gejala awalnya seperti sakit gigi dan terjadi pembengkakan di sekitar pipi, kemudian pembengkakan ini mereda, selanjutnya penyakitnya bersifat kronis membentuk fistel (saluran nanah yang bermuara di bawah kulit) kadang tidak menimbulkan sakit penderita.

Diagnosis penyakit ini sering tidak terdeteksi dari pemeriksaan X-Foto baik digital maupun foto panoramik. Pada sebagian besar kasus, tidak ditemukan adanya nyeri pada daerah wajah, keengganan pihak medis untuk mencabut gigi yang busuk, serta budaya pasien yang sering menunda mengobati giginya yang infeksi. Kesulitan dalam terapi osteomielitis adalah minimnya aliran darah yang menuju daerah infeksi pada rahang tersebut, sehingga mencegah antibiotik mencapai sasarannya.


 

Etiologi:

Penyebab utama yang paling sering dari osteomielitis adalah penyakit periodontal (seperti gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis, tergantung seberapa berat penyakitnya). Bakteri yang berperan terhadap proses terjadinya penyakit ini yang tersering adalah Staphylococcus aureus, kuman yang lain adalah Streptococcus dan pneumococcus. Penyakit periodontal juga dapat menyebabkan penyakit jantung melalui perjalanan infeksinya. Kekurangan vitamin C dan bioflavanoid dapat menyebabkan sariawan yang merupakan awal dari salah satu penyakit periodontal, dapat dicegah dengan mengkonsumsinya secara cukup.

Penyebab osteomielitis yang lain adalah tertinggalnya bakteri di dalam tulang rahang setelah dilakukannya pencabutan gigi. Ini terjadi karena kebersihan operasi yang buruk pada daerah gigi yang diekstraksi dan tertinggalnya bakteri di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan tulang rahang membentuk tulang baru di atas lubang sebagai pengganti pembentukan tulang baru di dalam lubang, dimana akan meninggalkan ruang kosong pada tulang rahang (disebut cavitas). Cavitas ini ditemukan jaringan iskemik (berkurangnya vaskularisasi), nekrotik, osteomielitik, gangren dan bahkan sangat toksik. Cavitas tersebut akan bertahan, memproduksi toksin dan menghancurkan tulang di sekitarnya, dan membuat toksin tertimbun dalam sistem imun. Bila sudah sampai keadaan seperti ini maka harus ditangani oleh ahli bedah mulut.

Penyebab umum yang ketiga dari osteomielitis dental adalah gangren radix. Setelah gigi menjadi gangren radix yang terinfeksi, akan memerlukan suatu prosedur pengambilan, tetapi seringnya tidak tuntas waktu pencabutan sehingga masih ada sisa akar yang tertinggal di dalam tulang rahang, selanjutnya akan memproduksi toksin yang merusak tulang di sekitarnya sampai gigi dan tulang nekrotik di sekitarnya hilang.

Pada pembedahan gigi, trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau pemasangan alat lain yang berfungsi sebagai jembatan yang akan membuat tekanan pada gigi (apapun yang dapat menarik gigi dari soketnya) dapat menyebabkan bermulanya osteomielitis.

Selain penyebab osteomielitis di atas, infeksi ini juga bisa di sebabkan trauma berupa patah tulang yang terbuka, penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus, furukolosis maupun infeksi yang hematogen (menyebar melalui aliran darah). Inflamasi yang disebabkan bakteri pyogenik ini meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang, mulai dari medulla, kortex dan periosteum dan semakin parah pada keadaan penderita dengan daya tahan tubuh rendah.

Terapi:

Pada osteomielitis sebaiknya pasien dirawat inap di rumah sakit. Penanganan penyakit ini adalah menghilangkan faktor penyebabnya, gigi yang terinfeksi segera diekstraksi, squester-squester tulang matinya bila ada dibuang (squesterektomy) serta pemberian antibiotik adekuat. Prosedur ini membutuhkan tindakan operasi supaya terbentuk penulangan baru yang sehat. Perbaikan keadaan umum, nutrisi makanan, terapi vitamin, membantu mempercepat proses kesembuhan.


 

  1. PENYAKIT GINGIVA DAN NECROTIZING ULCERATIVE GINGIVITIS (NUG)


     

Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit gingival biasanya dapat dikontrol tanpa penggunaan antibiotik sistemik. Perawatan klinis yang dapat dilakukan termasuk perawatan lokal yaitu dengan menghilangkan kalkulus dan plak (biofilm bakteri) dan pemberian desinfektan pada cairan gingival. Pasien membutuhkan keterangan tentang bagaimana cara merawat sendiri penyakit tersebut dengan menjaga agar jumlah bakteri tetap terkontrol. Perawatan yang membantu termasuk kumur-kumur sehari 2 kali dengan obat kumur, menyikat gigi dengan campuran pasta gigi yang mengandung baking soda plus hydrogen peroksida dan atau kumur-kumur dengan air garam hangat secara berkala.

    Secara umum pemberian antimikrobial tidak direkomendasikan untuk gingivitis. Meskipun streptococcal gingivitis dan necritizing ulcerative gingivitis (NUG) merupakan 2 tipe gingivitis yang dapat diberikan terapi antimikrobial.

NUG sebelumnya disebut acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG) juga dikenal sebagai Trench mouth or Vincent's infection, merupakan suatu penyakit dengan rasa sakit yang sangat, berbau busuk, penyakit ulseratif yang lebih sering terjadi pada orang yang mengalami stress berat dengan keadaan kebersihan mulut yang sangat jelek. Hal ini dimanifestasikan secara akut, inflamasi, gusi berdarah dan dihubungkan dengan adanya kehilangan dan kematian dari papilla interdental. Halitosis dan demam sering ada, pemeriksaan mikrobiologis dari bakteri biofilms menemukan bahwa dalam NUG terdapat bakteri spirochetes dan fusobacteria dalam jumlah yang sangat tinggi.

Managemen dari NUG termasuk pengambilan debridement secara besar-besaran pada semua gigi dengan irigasi copius, bila dimungkinkan dapat menggunakan ultrasonic scaler. Aplikasi topikal juga bisa diberikan dengan obat kumur antibakteri seperti 0.12 % chlorhexidine gluconate dan atau kumur-kumur dengan larutan saline steril yang merupakan suatu perawatan efektif untuk mengontrol rasa sakit dan adanya ulserasi dari NUG.

Antibiotika sistemik diperlukan jika terjadi simtom yang konstitusional seperti demam malaise (table 6). Pilihan antimikrobial harus mendasar, jika mungkin dilakukan tes suseptibilitas dan tes kultur untuk flora subgingiva. Tes kultur juga harus diperoleh setelah dilakukan terapi untuk meyakinkan bahwa sumber patogen telah hilang.


 

  1. PERIODONTITIS (Lengkapnya pada bahasan Kelainan Jaringan Periodontal)

Debridmen, scalling dan root planning untuk mengangkat deposit subgingiva dan supergingiva kalkulus dan plak gigi (bacterial biofilm) adalah tindakan yang perlu untuk mengintervensi penyakit periodontitis ini. Tindakan ini dapat dilakukan pada saat kunjungan pertama. Antiseptik yang efektif antara lain yaitu povidine, iodine, chlorhexidine, chloramines-T, atau larutan garam hangat.


 


 

Penggunaan antimikrobial sistemik merupakan indikasi utama untuk penyakit khronik periodontitis dan aggressive periodontitis (lihat tabel 2 ). Pemberian antibiotik sistemik yang tepat harus didasarkan pada tes kultur dan tes suseptibilitas pada flora subgingiva. Pemeriksaan kultur juga harus dilakukan setelah terapi untuk meyakinkan bahwa sumber pathogen sudah tereleminasi / hilang. Pemeriksaan kultur tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan.


 

  1. PERICORONITIS

Pericoronitis merupakan suatu infeksi pada jaringan lunak perikoronal (opercula) yang bagian paling besar / utama dari jaringan lunak tersebut berada di atas / menutupi mahkota gigi. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga mandibula. Infeksi yang terjadi disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan debris yang terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak di atasnya. Pada umumnya perawatan kasus seperti ini dengan pemberian antibiotik merupakan hal penting untuk dilakukan, agar mencegah meluasnya infeksi.


 

Terapi yang dilakukan secara lokal termasuk menghilangkan debridmen, melakukan irigasi dan drainase pada daerah yang terkena (termasuk jika timbul abses), kemudian diikuti dengan grinding atau pencabutan gigi yang berlawanan (antagonis). Setelah infeksi terkontrol, maka pada saat yang tepat jika gigi tersebut terpendam (impekted) maka segera dilakukan tindakan pencabutan gigi tersebut. Antimikrobial diberikan jika terjadi pembengkakan local dan difus, terjadi kenaikan suhu tubuh dan terjadi trismus (tabel 2). Antimikrobial ini dapat diberikan secara local dan sistemik.


 

  1. PERI-IMPLANT DISEASE

Kunci untuk meminimalkan kegagalan suatu implant merupakan tindakan yang tepat dengan menetapkan diagnosis dan perawatan yang efektif pada penempatan suatu implant. Terapi esensial termasuk control plak dan pengambilan semua deposit kalkulus secara professional dengan menggunakan instrument mekanis. Terapi adjuvant termasuk melakukan kumur-kumur dengan menggunakan chlorhexidine gluconate selama 30 detik setelah gogok gigi selama 21 hari. Antibiotik dapat digunakan sebagai perawatan profilaksis pada saat suatu implant ditempatkan, atau pada kasus terjadi peri-implant mucositis, peri-implantitis, dan kegagalan implant. Antibiotik yang dianjurkan adalah clindamycin, amoxicillin / clavulanate atau metronidazole plus penicillin G atau ampicillin atau macrolide.


 

  1. ABSES PERIODONTAL

Merupakan inflamasi pada jaringan periodontal yang terlokalisasi dan mempunyai daerah yang purulen. Abses periodontal dapat akut maupun kronis, abses yang akut sering menjadi kronis. Penyakit ini diakibatkan oleh infeksi bakteri yang mengenai jaringan periodonsium. Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi di dalam kalkulus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada leher gigi. Kelainan yang paling banyak didapat adalah kelainan dari gingiva karena gingiva terletak pada bagian permukaan sedangkan penyebab yang paling menonjol adalah plak dan kalkulus (karang gigi). Di dalam mulut penuh dengan bakteri, yang dengan mudah akan membentuk plak. Bentuk plak tipis dan tidak berwarna,  dan kadang tidak disadari bahwa plak telah terbentuk. Plak harus dibersihkan dengan menyikat gigi teratur,  karena plak lama kelamaan akan mengeras membentuk kalkulus (karang gigi), pada kondisi ini hanya bisa dibersihkan oleh dokter gigi.


 

Karateristik Klinis:

Abses periodontal Akut:

  1. Sekitar gingiva membesar, berwarna merah, oedem dan ada rasa sakit dengan sentuhan yang lembut, permukaan gingiva mengkilat.
  2. Biasanya terjadi kegoyahan gigi
  3. Gigi sensitive terhadap perkusi
  4. Ada eksudat purulen
  5. Secara sistemis memperlihatkan adanya malaise, demam dan pembengkaan limponodi. Kadang-kadang wajah dan bibir juga terlihat membengkak
  6. Adanya rasa sakit pada daerah yang membengkak


 

Abses Periodontal Kronis:

Biasanya asimtomatik meskipun kadang-kadang merupakan lanjutan dari fase akut.

Etiologi:

    Abses periodontal dapat dihubungkan dengan poket periodontal meskipun abses dapat terjadi tanpa didahului oleh periodontitis. Perkembangan suatu abses periodontal terjadi ketika poket menjadi bagian dari sumber infeksi.

Penyebab terjadinya abses periodontal adalah adanya plak, kalkulus, food debris, benda asing dan pembuatan drainase yang salah. Bakteri plak pada poket periodontal menyebabkan iritasi dan inflamasi, sehingga terjadi produk pus di dalam poket yang menyebabkan abses periodontal.


 

Perawatan Abses Periodontal:

    Managemen abses periodontal termasuk menghilangkan debridemen dan pembuatan drainase untuk pus. Terapi antimikrobial adalah penting ketika terjadi penyebaran penyakit secara lokal maupun sistemik (tabel 2). Pencabutan gigi mungkin perlu dilakukan jika terapi antimikrobial gagal dilakukan. Tahap perawatan abses periodontal adalah sebagai berikut:


 

Tahap 1:

Mereduksi abses dan inflamasi akut, membuat drainase dengan cara melakukan kuretase ke dalam poket periodontal atau membuat garis insisi pada abses dan dapat juga dengan cara mencabut gigi jika diperlukan untuk mengeluarkan eksudat purulen.

Tahap 2 :

Mereduksi poket dan mengambil jaringan granulasi yang menyebabkan abses, biasanya dengan cara bedah flap periodontal.

Tahap 3 :

Terapi dengan antibiotik bila abses menyebabkan demam atau limfadenopati


 

Tabel 2. Oral Antimicrobial Therapy for Acute Dento-Alveolar Infection of Pulpal Origin, Necrotizing Ulcerative Gingivitis, Periodontal Abscess and Periodontitis

Antimicrobials 

Adult Dosage 

Pediatric Dosage 

Narrow-spectrum agents 

 

Penicillin VK 

250 – 500 mg q6h 

50 mg /kg q8h 

Amoxicillin 

500 mg q8h 

15 mg / kg q8h 

Cephalexin£

250 – 500 mg q6h 

25 - 50 mg /kg /d q6-8h 

Erythromycin β

250 mg q6h 

10 mg / kg q16h 

Azithromycin β€

500 mg x 1d, then

250 or 500 mg q 24h 

10 mg / kg / d x 1d, then 5 mg / kg / d q24h x 4d 

Clarithromycin β

250 – 500 mg q12h or 1g PO q24h 

15 mg / kg / d q12h 

Doxycycline β βi

100 mg q12h 

1 – 2 mg / kg q12h x 1d, then 1 – 2 mg / kg q 24h

Tetracycline β βi

250 mg q6h  

12.5 – 25.0 mg / kg q12h 

Broad-spectrum agents 

  

Clindamycin β

150 – 300 mg q8h 

10 mg / kg q8h 

Amoxicillin / clavulanate 

875 mg q12h 

45 mg /kg q12h 

Metronidazole plus 1 of the following: β

250 mg q6h or 500 mg q12h 

7.5 mg / kg q6h or 15 mg / kg q12h 

Penicillin VK 

250 – 500 mg q6h 

50 mg /kg  

or Amoxicillin 

500 mg q8h 

15 mg /kg q8h 

or Erythromycin β

250 mg q6h 

10 mg / kg q8h 


 

  • Duration of therapy: 7 – 10 days. Consideration should be given to administering an initial loading dose of an antimicrobial as the first dose.

    β Also in penicillin-allergic individuals

    βi Not recommended for children younger than 8 years of age or for pregnant women.

    £ Cross-allergy with penicillin is about 10 %


 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Ludwig's Angina. Wikipedia, The Free Encyclopedia. http://www.en.wikipedia.org/wiki/ludwigangina

Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K, Natsume N, Ariji E. 2002. Odontogenic Infection Pathway to The Submandibular Space: Imaging Assessment.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi

A. W. Green, E. A. Flower dan N. E. New.. 2001.
Mortality Associated with Odontogenic Infection!. British Dental Journal.     http://www.nature.com/bdj/journal/vigo/n10/full/48010244.html

B. Dental Osteomyelitis.
http://www.health.com/dental_osteomyelitis/

Brook I, Hunter V, Walker RI. Synergistic effect of Bacterioides, Clostridium, Fusobacterium, anaerobic cocci, and aerobic bacteria on mortality and induction of subcutaneous abscesses in mice. J Infect Dis. 1984;149:924-928.

Evaldson G, Heimdahl A, Kager L, Nord CE. The normal human anaerobic microflora. Scand J infect Dis Suppl. 1982;35:9-15.


 

Evy Indriani V., drg, Sp.BM. 2006. Mengenal Tanda-tanda Sepsis Akibat Infeksi Odontogenik. Bedah Mulut dan Maxillofacial (Informasi dan diskusi mengenai penyakit serta kelainan di dalam Mulut dan Rahang, perawatan serta rekonstruksinya)

Evy Indriani V., drg, Sp.BM. 2006. Penyakit Periodontal. Bedah Mulut dan Maxillofacial
(
Informasi dan diskusi mengenai penyakit serta kelainan di dalam Mulut dan Rahang, perawatan serta rekonstruksinya)

George K. B. Sandor, MD. 2006. Unilateral Facial Swelling caused by Ramsay Hunt Syndrome Resembles Odontogenic Infection. Clinical Practice. http://www.cda-adc.com/jcda

Haruo Sakamoto, Hiroyuki Naito, Takayuki Aoki, Kazunari Karakida and Kazuo Shiiki. 1996. Necrotizing fasciitis of the neck due to an odontogenic infection: A case report    
http://www.springerlink.com/content/6772n7=22kul8u17/


 

Heimdahl A, von Konow L, Satoh T, Nord CE. Clinical appereance of orofacial infections of odontogenic origin in relationto microbiological findings. J Clin Microbiol Immunol. 1991;16:123-125.

H.Thoma. Oral Pathology. St. Louis the CV Mosby Company,1990. Diseases of Jaws: Osteomyelitis of The Jaws. p.859-78

KC Toran, Nath S, Shrestha S, Rana BBS JB. 2004. Odontogenic Origin of Necrotizing Fasciitis of Head and Neck- a case report. Kathmandu University Medical Journal.     http://www.kumj.com.np/past/vol.2/isske4/361-363.pdf

Lin LJ., Chiu GK., Corbet EF. Are Periodontal Diseases Risk Factors for Certain Systemic Disorders-What Matters to Medical Practitioners? Hongkong Med J.2003;9:31-37

Loesche WJ., Association of the Oral Flora with Important Medical Diseases. Curr Opin Periodontal. 1997;4:21-28.

Lynnus Peng, MD. 2006. Excerpt from Dental, Infections. E Medicine Word Medical Library. http://www.emedicine.com/emerg/byname/dentalinfections.htm

Maestre-Vera JR. 2004. Treatment options in odontogenic infection. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.

http://www.siumed.edu/surgery/otol/ppts/odontogenicinfections.ppt

Marvin Goldfogel, DDS. 2006. Gingivitis and Periodontits. Healthopedia. http://www.healthopedia.com/gingivitis&periodontitis

Michael T. Brennan, DDS, MHS, Michael S. Runyon, MD, Jayne J. Batts, MD, Philip C. Fox, DDS, M. Louise Kent, RN, Timothy L. Cox, DDS, H. James Norton, PhD and Peter B. Lockhart, DDS. 2006. JADA Continuing Education : Odontogenic Signs and Symptoms as Predictors of Odontogenic Infection. A clinical trial.
American Dental Association.

http://www.jada.ada.org/cgi/content/fulltext/137/1/62

Namavar F, Verweij AMJJ, Bal M, Martijn van Steenbergen TJ, de Graaf J, MacLaren DM. Effect of anaerobic bacteria on killing of Proteus mirabilis by human polymorphonuclear leukocytes. Infect Immun. 1983;40:930-935.

Namavar F, Verweij-van Vught AMJJ, Vel WAC, Bal M, MacLaren DM. Polymorphonuclear leukocyte chermotaxis by mixed anaerobic and aerobic bacteria. J Med Microbiol. 1984;18:167-172.

Nino Zaya, MD. 2006. Diagnosis and Management of Odontogenic Infections.

Peter J. Aquilina, Anthony Lynham. 2003. Serious Sequele of Maxillofacial Infections. Royal Brisbane Hospital, Spring Hill. http://www.mja.com.au/public/issues/179-10-171103/aqu10203.fm.pdf


 


 


 

Rahang Rontok Akibat Gigi Busuk. http://www.senyumsehat.wordpress.com/

Tuner K; Nord CE. 1986. Emergence of beta-lactamase Producing Microorganism in The Tonsils During Penicillin Treatment. Eur J. Vlin Microbiol;5:399-404